Antara Friska dan Vina
Vina spontan menghentikan langkahnya, ketika melihat Friska, sahabat baik sekaligus rekan bisnisnya itu sedang tertawa-tawa dengan seorang pria yang sangat dikenalnya. Pria yang selalu mengisi mimpinya setiap malam dan pria yang baru beberapa hari yang lalu menyatakan cinta kepadanya. Ia heran, ternyata Friska mengenal kekasihnya juga.
“Eh Vin, kok malah bengong di situ? Ayo sini. Ini loh, client baru kita yang sering aku ceritakan ke kamu belakangan ini,” ujar Friska sambil mengedipkan matanya ke Vina. Kata-kata Friska itu bagaikan pisau yang menikam ulu hatinya.
Client baru itu? Client yang sering Friska ceritakan ke aku? Pria yang begitu dikagumi Friska, pria yang selalu membuat jantung Friska berdebar-debar apalagi ketika mata pria itu menatapnya dengan lembut, mereka berdua bahkan telah beberapa kali jalan bareng dan betapa bahagianya Friska ketika bercerita bahwa pria itu menggandeng tangannya untuk yang pertama kalinya dan bla, bla, bla…… Jadi kekasihku dan client baru itu adalah orang yang sama?
Wajah Vina menjadi pucat pasi dan seketika itu juga ia merasakan lututnya lemas dan rasanya ia tidak bisa bernafas.
“Hei Vin, kok malah bengong, sih?” Vina tidak menggubris pertanyaan Friska. Ia masih terus menatap pria itu dengan tatapan yang penuh tanda tanya. Hatinya mulai panas dan ada kemarahan yang mulai meluap dari dalam dirinya dan siap untuk ditumpahkan.
"Vin… " panggil Friska lagi.
“Kalau terpesona sih boleh aja, tapi jangan sampai bengong gitu, dong. Kenalin dulu Vin. Ini adalah client kita yang sering disebut dengan Pak Surya itu. Tapi sebenarnya namanya adalah Hen….”
“CUKUP FRIS!”
Friska dan pria yang bernama Hendra itu terkejut mendengar bentakan Vina.
“Loh, kamu kenapa Vin?” Friska terlihat bingung dan kepalanya menoleh kepada Hendra. Sama! Hendra juga terlihat sama bingungnya dengan Friska.
“Hen, kamu jahat. Aku benci kamu,” ujar Vina dengan suara bergetar sambil menunjuk Hendra. Matanya memanas.
“Tunggu dulu. Ke …kenapa kamu bisa membenci aku, sedangkan kita belum saling kenal?” Hendra menjadi semakin bingung dibuatnya.
Vina mendengus. ”Kamu amnesia atau pura-pura tidak ingat?” Ujarnya dengan sinis.
“Yah, kenyataannya aku memang tidak kenal kamu.” Hendra berusaha menjawab dengan hati-hati . Ia takut gadis itu akan semakin marah dengan jawabannya.
Namun Hendra benar, perkataannya membuat kemarahan Vina semakin memuncak. Ia tidak bisa lagi menahan emosinya lalu ia menampar wajah Hendra. Hendra sangat terkejut dan ia benar-benar tidak menduga akan mendapatkan tamparan dari gadis itu. Lalu, Vina berlari meninggalkan ruangan itu sambil menangis.
“Hen, kamu nggak apa-apa?” Friska bertanya dengan cemas sambil memegang pipi Hendra .
“Gak apa-apa, kok,” jawab Hendra sambil meringis. Ia mengusap pipinya yang terasa perih.
“Hen, kamu beneran nggak kenal dia?” Tanya Friska. Ia mulai merasakan ada sesuatu yang tidak beres.
“Friska, aku benar-benar tidak kenal dia.”
“Tapi, mengapa Vina tadi bersikap seperti itu? Nggak biasanya dia bersikap seperti itu. Dan ia kelihatannya sangat yakin kalau ia mengenal kamu loh Hen” Tanya Friska lagi dengan penuh selidik.
“Sumpah Fris aku beneran tidak kenal dia. Aku musti ngomong apa supaya kamu percaya Fris? Aku yakin dia salah orang. Bisa saja ada yang mirip denganku…..” Tiba-tiba Hendra menghentikan pembicaraanya. Ia teringat sesuatu!
“Kayanya aku tahu permasalahannya Fris,” ujar Hendra sambil tersenyum lebar dan menatap Friska yang tampak terbengong-bengong tidak mengerti.
***
Dengan perasaan enggan, Vina memasuki cafe yang biasa ia kunjungi bersama Friska. Kalau tidak mengingat Friska adalah sahabat baiknya dan bagaimana Friska mati-matian membujuknya untuk datang, ia pasti tidak akan datang ke cafe ini.
Begitu ia masuk, matanya langsung menemukan Friska yang duduk tidak jauh dari pintu masuk. Tetapi ia tidak sendirian! Ada dua orang pria bersamanya dan pemandangan di depannya itu benar-benar membuat jantungnya serasa mau copot.
Ya Tuhan, mengapa kedua pria ini begitu mirip sekali? Benar-benar amat sangat mirip sampai aku tidak bisa membedakan mereka.
“Hallo Vina, kenalin nama aku Hendra. Aku adalah saudara kembar dari Hendri, pacar kamu,” ujar salah satu dari pria itu sambil tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk menyalami Vina. Seperti terhipnotis, Vina membalas salaman Hendra.
“Vin, Pak Surya, client baru kita itu sebenarnya adalah Hendra. Surya itu nama belakangnya," ujar Friska. Vina langsung teringat bahwa nama belakang Hendri juga Surya.
Tiba-tiba, Vina merasakan wajahnya memerah. Ia teringat kalau ia sudah menampar Hendra.
“Hendra, aku benar-benar minta maaf yah sudah salah paham dan…. sudah menampar kamu," ujar Vina dengan malu-malu.
“Nggak masalah, Vin. Aku ngerti, kok. Aku sudah melampiaskannya ke pacar kamu, tuh.” Hendri tertawa, lalu ia merangkul Vina. Vina hanya bisa tersenyum malu. Ia merasakan hatinya begitu plong.
“Aku senang semuanya sudah jelas. Kemaren, aku benar-benar seperti tersambar geledek, aku takut bener kalau Friska sampai ikutan marah denganku,” ujar Hendra lalu ia menatap Friska dengan mesra, dan tatapannya membuat Friska tersipu malu.
“Kayanya saudara kembarku bakal melepaskan masa jomblonya, nih,” canda Hendri sambil tersenyum lebar.
Lalu mereka berempat saling bercanda dan tertawa, bias-bias kebahagiaan jelas terpancar di wajah mereka dan ada kehangatan di hati mereka masing-masing yang hanya bisa dirasakan oleh mereka berempat.
(dimuat di majalah Media Kawasan Oktober 2011)